(0362) 21248
dinsos@bulelengkab.go.id
Dinas Sosial

KISAH PATIH I GUSTI KETUT JELANTIK BERSAMA JRO JEMPIRING DALAM PERANG PUPUTAN JAGARAGA.

Admin dinsos | 02 Agustus 2021 | 13403 kali

#DINSOS_HADIR

 

Singaraja 2 - Agustus - 2021

Kadis Sosial Kab. Buleleng I Putu Kariaman Putra, S. Sos, MM di Wakili oleh Ida Ayu Ketut Suryatini Kasi Kepahlawanan ,Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial Mencari Informasi langsung terkait Sejarah Peperangan Puputan Jagaraga.

 

Kisah Singkat Terjadinya Perang Jagaraga. Perlawanan ini terjadi karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak  tawan karang yang berlaku. Perang Puputan Jagaraga yang juga disebut Perang Bali II ini terjadi pada 1848 hingga 1849. Perang ini dilakukan oleh Patih Jelantik bersama dengan rakyat Buleleng, Bali.

Puputan Jagaraga disebabkan oleh ketidaktaatan Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made Karangasem dan Maha Patih I Gusti Ketut Jelantik pada perjanjian damai kekalahan perang Buleleng pada 1846. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Raja Buleleng serta Raja Karangasem yang membantu Perang Buleleng.

 

Setelah Perang Buleleng berakhir, I Gusti Ngurah Made Karangasem, I Gusti Ketut Jelantik bersama pasukannya memindahkan Kerajaan Buleleng ke Desa Jagaraga karena:

Letaknya yang berada di bukit dan banyak jurang, memudahkan mereka untuk melakukan serangan mendadak. Hanya ada satu jalan penghubung, yakni melalui Desa Sangsit. Hal ini memudahkan mereka untuk mengintai musuh yang hendak menyerang. Jarak antara Jagaraga serta Pabean tergolong pendek sehingga mereka mudah mengawasi gerak gerik pasukan Belanda.

Selama di Jagaraga, I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng dengan dibantu oleh Jro Jempiring telah menyusun strategi perang, yakni: Membangun berbagai benteng pertahanan di Desa Jagaraga. Melatih seluruh prajurit Buleleng dan Jagaraga. Membangkitkan semangat warga Jagaraga untuk berperang serta menggunakan rumah mereka sebagai lokasi penyimpanan logistik perang.

 

Meminta dukungan kepada raja-raja di Bali dalam hal persenjataan. Penggunaan strategi perang Supit Surang atau Makara Wyuhana. Adanya Pura Dalem Segara Madu Jagaraga yang terletak di belakang tembok benteng. Belanda yang saat itu menguasai Buleleng, Bali, merasa terusik dengan strategi serta persiapan yang telah dilakukan oleh I Gusti Ketut Jelantik bersama warga Jagaraga lainnya.

 

Pada 8 Juni 1848, Belanda menyerang Pelabuhan Sangsit menggunakan 22 kapal perang dengan meriam. Aksi ini turut diikuti dengan aksi serangan balik dari I Gusti Ketut Jelantik beserta pasukannya.

Tewasnya 250 serdadu Belanda menandai kekalahan mereka pada Perang Jagaraga pertama. Semangat patriotisme yang tinggi dari pasukan Jagaraga serta ketidaktahuan tentang medan perang menjadi faktor penyebab utama kekalahan Belanda.

Pada 15 April 1849, pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Michiels mendarat lagi di Pantai Sangsit, dengan kekuatan 15.235 orang, terdiri atas pasukan infantri, kavaleri, artileri, zeni, dan kesehatan. Di samping itu, terdapat 29 kapal laut. Pantai Buleleng dan Sangsit benar-benar telah terkepung. Jendaral Michiels akhirnya mengetahui siasat pertahanan supit urang dari mata-mata yang dikirimnya ke Benteng Jagaraga. Setelah mengatur persiapan, mereka langsung menyerang Benteng Jagaraga dari dua arah, yaitu depan dan belakang. Benteng Jagaraga dihujani tembakan meriam dengan gencar. Namun, tidak ada seorang pun Laskar Jagaraga yang mundur atau melarikan diri. Mereka semuanya gugur, lalu Benteng Jagaraga jatuh ke tangan Belanda pada 19 April 1849. Sejak saat itulah Belanda berhasil kuasai Bali Utara.

 

Dinsos Buleleng berharap nantinya agar masyarakat Buleleng bisa menanamkan nilai - nilai kepahlawanan agar nantinya bisa menghargai jasa-jasa para pahlawannya.

 

#Dinsos_Hadir