Perkembangan Psikologi Anak Dalam Kehidupan Sosial
Admin dinsos | 17 Oktober 2016 | 6975 kali
Perbedaan fase perkembangan status sosial di dunia anak-anak dalam persahabatan dan mendapatkan kawan bermain di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah, berbeda dengan pengertian persahabatan yang terjadi pada orang dewasa, untuk orang dewasa persahabatan adalah suatu ikatan relasi dengan orang lain, di mana kepercayaan, pengertian, pengorbanan dan saling membantu satu sama lainnya akan terjalin dalam periode yang lama, sedangkan di dunia anak-anak tidak seperti halnya yang terjadi pada orang dewasa, di dunia anak-anak persahabatan terjalin tidak untuk waktu yang lama, terkadang bila terjadi masalah yang kecil saja, jalinan persahabatan tersebut akan terputus.
Ada dua metode penelitian untuk mengetahui arti persahabatan dan kawan bermain di dalam dunia anak-anak :
1. Dengan cara kita mengajukan beberapa pertanyaan, seperti ;
Siapa teman dekatmu ? kenapa dia ? apa yang kamu senangi dari dia ?
2. Dengan cara kita bercerita tentang persahabatan, kemudian kedua orang sahabat tersebut bertengkar karena mereka tidak dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Dari kedua metode tersebut, metode yang nomor dua kita akan banyak mendapatkan informasi, kemudian kita ajukan pertanyaan kepada anak ; Harus bagaimanakah situasi itu diselesaikan ?
Dari banyak informasi yang diberikan anak tersebut, kita akan mendapatkan kesimpulan yang kita bagi dalam beberapa fase, seperti ;
Fase Pertama ;
- Teman untuk bermain
Teman bermain untuk usia anak antara 5 sampai 7 tahun.
Bagi mereka, teman adalah seseorang yang mempunyai mainan yang menarik yang tempat tinggalnya dekat di sekitar mereka, dan mereka mempunyai ketertarikkan yang sama.
Kepribadian dari teman tersebut tidak menjadi masalah, yang terpenting bagi mereka adalah kegiatan dan mainan apa yang mereka miliki, persahabatan mereka akan terputus apabila salah seorang dari anak tersebut tidak mau bermain lagi dengan anak lainnya karena kejenuhan dan kebosanan, persahabatan mereka akan secepat mungkin terputus dan terbina kembali begitu saja.
Contoh percakapan yang sering kita temui pada anak-anak usia 5 sampai 7 tahun, antara lain mengenai berbagi makanan, misalnya ;
“Kalau kamu memberi saya coklat, kamu temanku lagi”
Dalam usia ini mereka dengan gampangnya mengatakan tentang berteman, biasanya percakapan mereka dimulai dengan perkataan “namamu siapa ? dan namaku......” dan mereka bisa begitu saja berteman setelah saling mengetahui nama masing-masing.
Fase Kedua
- Teman untuk bersama
Teman bermain dan membangun kepercayaan, untuk usia anak antara 8 sampai 10 tahun.
Dalam usia mereka ini, pengertian teman sedikit lebih luas dari pada fase pertama, karena arti teman bagi mereka sudah melangkah ke perasaan saling percaya, saling membutuhkan dan saling mengunjungi.
Dalam fase ini seorang anak untuk mendapatkan teman tidak segampang anak pada fase pertama, karena mereka harus ada kemauan berteman dari kedua belah pihak.
Mereka tidak akan mau berteman lagi setelah di antara mereka timbul masalah, seperti ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang melanggar janji ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang terkena gosip ;
- Salah seorang di antara mereka tidak mau membantu, disaat temannya tersebut
membutuhkan pertolongan.
Percakapan yang sering kita temui pada fase kedua ini, misalnya ;
“Kenapa kamu pilih dia sebagai temanmu ?”
Dalam fase ini, seorang anak tidak mudah menjalin persahabatan, biasanya persahabatan tersebut terjadi setelah beberapa saat mereka saling mengenal baik baru mereka akan menjalinnya, kadang persahabatan mereka bisa sampai usia dewasa, kadang juga terputus tergantung factor apa yang terjadi selama persahabatan mereka.
Fase Ketiga
- Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian
Terjadi pada anak usia 11 sampai 15 tahun, bagi mereka arti teman tidak hanya sekedar untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa berfungsi sebagai tempat berbagi pikiran, perasaan dan pengertian.
Pada fase ini persahabatan memasuki stadium yang sangat pribadi, karena pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan permasalahan psikologis seperti ; depresi, rasa takut, problem di rumah, atau problem keuangan yang terjadi pada mereka, biasanya mereka lebih tahu permasalahan psikologis tersebut dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri.
Persahabatan pada fase ini bisa berubah seiring dengan berjalannya usia mereka, dari sekedar teman bermain, kemudian berkembang menjadi teman berbagi kepercayaan dan teman berbagi emosi.
Persahabatan tersebut biasanya terputus karena salah seorang dari mereka pindah rumah atau
melanjutkan sekolah di kota lain.
Percakapan di antara mereka yang sering kita dengar pada fase ini, misalnya ;
“Kita butuh teman yang baik, karena kita bisa berbagi ceritera di mana orang lain tidak perlu tahu, teman yang baik akan memberi nasihat atau jalan keluar yang terbaik”
Pentingnya Persahabatan Untuk Perkembangan Sosial Anak-Anak
- Populer atau Tidak Populer dan Apa Akibatnya
Di dalam lingkungan sekolah dasar, biasanya ada anak yang populer dan tidak populer, baik anak tersebut lebih menonjol karena kepintaranya atau pun karena hal yang lainnya.
Mereka mendapat perhatian lebih, seperti selalu diundang dan hadir di pesta ulang tahun temannya sedangkan yang tidak populer tidak pernah diundang.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang hubungan sosial anak populer dan tidak populer di dalam kelas, seorang guru atau kita, dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka,
seperti ;
- Dengan siapa kamu mau pergi tamasya ?
- Dengan siapa kamu mau duduk ?
Ternyata anak populer lebih banyak disebut dan anak tidak populer jarang atau sama sekali tidak disebut.
Untuk lebih mengetahui anak populer dan tidak populer, pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikembangkan lagi dengan pertanyaan-pertanyaan negatif dan pertanyaan-pertanyaan positif.
Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita bisa lebih cepat mengetahui mana anak populer dan mana anak yang tidak populer dan juga kita bisa lebih cepat mengetahui serta membantu mengatasi problem si anak pada stadium yang masih belum terlalu jauh.
Dengan cara tersebut, pada akhirnya kita bisa membedakan perkembangan anak-anak secara berurutan, seperti ;
1. Anak-anak yang menyandang bintang sosiometris
Bintang sosiometris, artinya mereka paling banyak disebut sisi positifnya dari pada sisi
negatifnya, biasanya mereka disenangi dan diakui oleh teman-temannya sedikit dari mereka yang menyandang bintang sosiometris ini merasa terasingkan.
2. Anak-anak yang biasa
Biasanya mereka tidak begitu populer dibandingkan dengan bintang sosiometris, tetapi mereka lebih banyak disebut sisi positifnya dan sedikit disebut sisi negatifnya.
3. Anak-anak yang terisolir
Biasanya mereka tidak disebut sisi positifnya dan juga tidak disebut sisi negatifnya, sepertinya anak terisolir tersebut tidak terlihat oleh teman-temannya.
4. Anak-anak yang terasingkan
Biasanya mereka oleh anak-anak yang lain diasingkan dan tidak diakui sebagai teman, mereka biasanya sedikit sekali disebut sisi positifnya dan lebih banyak disebut sisi negatifnya.
Dari urutan-urutan di atas, kita sebagai orang tua harus cepat tanggap dan tidak ragu untuk bertanya kepada guru di sekolah, bagaimana perkembangan psikologi anak di lingkungan sekolah, hal tersebut dilakukan untuk membandingkan perkembangan psikologi anak di lingkungan rumah dan di lingkungan sekolah, supaya kita dapat secepatnya menelusuri dan mengetahui apakah anak kita mempunyai masalah dalam dirinya yang tidak berani diungkapkan kepada kita sebagai orang tuanya dan kita bisa dengan cepat menangani serta membantu memecahkan masalah si anak tersebut, sebelum masalah anak tersebut terlanjur merubah sifat dan karekter si anak.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi dalam status sosial anak
1. Cara orang tua mendidik dan membina anak
Orang tua yang mendidik anak dengan cara bertahap dalam menjelaskan sesuatu hal, dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang, biasanya anak-anak mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan mereka akan mudah dalam mengembangkan hubungan sosialnya.
Lain halnya dengan anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara penuh dan mereka dididik oleh orang tuanya dengan cara kasar serta mendapatkan peristiwa yang membuat anak tersebut trauma, maka kita bisa dengan jelas melihat perbedaan yang mencolok, biasanya anak tersebut sulit dikendalikan dan memiliki masalah, mereka tidak akan mudah membina hubungan sosial dan sulit membina persahabatan dengan anak lainnya.
2. Urutan kelahiran
Urutan kelahiran, mempengaruhi juga dalam status sosial anak, karena biasanya anak yang paling muda lebih populer dan terbiasa dengan negoisasi dari pada saudara-saudaranya.
3. Kecakapan dan keterampilan mengambil peran
Biasanya anak-anak populer memiliki kecakapan dan keterampilan dalam mengambil apa pun posisi peran dan posisi peran tersebut dapat berkembang menjadi lebih baik.
Anak-anak populer biasanya memiliki intellegensi/kecerdasan yang baik.
Dengan memiliki ciri-ciri tersebut, anak-anak populer lebih mudah menempatkan dirinya atau beradaptasi dilingkungan yang asing.
4. Nama
Ternyata di lingkungan anak-anak, nama dapat membawa pengaruh.
Nama yang dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal, dapat membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial psikologi anak. karena anak-anak masih sangat kongkrit dalam menyatakan sesuatu hal, akibatnya anak tersebut merasa rendah diri dan tersudut apabila anak-anak yang lain mencemoohkan karena namanya dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal.
5 Daya tarik
Anak-anak yang memiliki daya tarik tersendiri, biasanya selalu populer daripada anak yang kurang memiliki daya tarik.
Anak-anak yang berumur 3 tahun, sudah bisa membedakan mana anak-anak yang menarik dan mana anak-anak yang kurang menarik, reaksi ketertarikkannya hampir sama dengan orang dewasa.
Pada anak usia 3 tahun, anak yang menarik dan anak tidak menarik tidak begitu kelihatan mencolok, tetapi pada anak usia 5 tahun, hal tersebut dapat terlihat sangat jelas, anak usia 5 tahun yang tidak menarik biasanya lebih agresif dan sering tidak jujur dalam bermain, sedangkan pada anak usia 5 tahun yang memiliki daya tarik, biasanya mereka sering diberi masukkan-masukkan yang positif dari sekitarnya sehingga tumbuh rasa percaya diri yang lebih tinggi, sabaliknya pada anak usia 5 tahun yang tidak menarik rasa percaya dirinya berkurang karena terpengaruh masukkan-masukkan yang negatif dari lingkungannya.
6. Perilaku
Tidak semua anak yang menarik menjadi populer karena masih banyak faktor lainnya yang bisa mempengaruhi katagori populer.
Perilaku yang membuat anak populer, antara lain ; ramah tamah, mempunyai rasa simpati, tidak agresif, bisa berkerja sama, suka menolong, suka memberikan masukkan atau komentar yang positif, dan lain-lain.
Secara umum faktor-faktor di atas terdapat pada anak-anak yang populer, dan factor-faktor tersebut dapat menentukan status sosial anak, tetapi tidak selamanya anak populer pada nantinya dapat menentukan status sosial, sebagian anak-anak yang tumbuh dari lingkungan yang selalu terjaga pendidikannya, intellegensinya, cakap dan terampil, mempunyai nama yang baik serta menarik tetapi tidak popular, sebagian lagi ada juga anak-anak yang tumbuh dari lingkungan yang bermasalah, kurang perhatian dari orang tua, mempunyai nama yang kurang bagus, dan tidak memiliki daya tarik, tetapi bisa juga menjadi populer.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang kurang dihargai seperti ; Anak-anak yang terisolir dan Anak-anak yang terasingkan.
Kelompok anak-anak tersebut memiliki nilai yang rendah dari anak-anak seumurnya, akan tetapi anak-anak yang terisolir lebih mudah diakui dari pada anak-anak yang terasingkan, namun lama kelamaan anak-anak yang terasingkan akan diakui juga.
Anak-anak yang terasingkan memiliki resiko adaptasi lebih besar dalam usia menjelang dewasa, mereka menjadi terasingkan karena ada penyimpangan dari salah satu factor status sosial anak.
Jika anak-anak ini lemah dalam menghadapi ejekkan-ejekkan atau godaan dari anak-anak lainnya, maka hal tersebut dapat membentuk perilaku dan proses belajarnya akan terganggu.
Beberapa problem pada anak-anak yang terasingkan, antara lain ;
- secara terbuka mereka diasingkan
- sering terlibat dalam hal-hal kejadian interaksi yang negatif
- mempunyai masalah perilaku
- sering memperlihatkan perilaku agresif
- mempunyai status negatif yang stabil
- sering bermasalah di sekolah
Secara umum anak-anak yang terasingkan, berreaksi dengan dua cara :
1. Menarik diri
Biasanya mereka menarik diri dari kontak dengan yang lain, mereka sebetulnya ingin main dengan anak-anak lainnya, tetapi mereka diacuhkan dan diabaikan keberadaannya, malahan mereka mengejeknya seperti dengan sebutan “professor” karena anak tersebut memakai kacamata, maka dari itu mereka selalu menhindar dari anak-anak lainnya, di rumah biasanya mereka juga pendiam dan selama mungkin tinggal di kamarnya dengan membaca komik atau mendengarkan musik, kepada orang tuanya mereka beralasan tidak suka main di luar.
2. Perilaku anti sosial
Biasanya mereka sulit untuk diatur, padahal anak-anak lainnya tidak suka dengan perilakunya, misalnya ;
Pada saat anak-anak yang lain bermain bola, kemudian datang anak yang terasingkan, tetapi tidak untuk ikut bermain dengan anak-anak lainnya, anak tersebut datang hanya sekedar untuk mengganggu saja dengan mengambil bolanya, dan apabila ikut bermain bola pun anak itu akan tampil dengan kasar sehingga membuat anak-anak lainnya berhenti bermain, anak yang terasing itu akan marah-marah hingga akhirnya anak-anak yang lain terpaksa mengalah dan bermain bola kembali dengan aturan-aturan yang dikehendaki oleh anak yang terasing tadi.
Untuk anak-anak yang terasing ini di negara-negara yang sudah maju, seperti di Belanda, para orang tua dari anak tersebut akan mendapat laporan dari pengajar atau guru, kemudian mereka diberikan penyuluhan dan konsultasi dari Psikolog Anak yang ada di bawah Departemen Urusan Anak-anak Bermasalah, kemudian akan dikirim ke Departemen Kesehatan untuk gangguan jiwa yang tidak stabil untuk diberi pengarahan dan keterampilan sosial dalam cara menyesuaikan diri atau cara beradaptasi di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.
Untuk orang yang lebih dewasa, mereka diajarkan semacam therapy untuk beradaptasi dalam lingkungan masyarakat supaya akhirnya mereka bisa mandiri.
Pergaulan Bebas
Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita terlibat dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari pergaulan bebas tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain yg masih “bersih”.
Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui dengan pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum menikah, akan tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah, terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu ke tahun.
Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga konseling remaja, Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg mereka tangani pada tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg hamil sebelum nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta induksi haid ditemukan sebanyak 472 responden yg belum menikah (71,3%) mengalami kehamilan yg tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut, 291 responden (28,8%) berusia 14-19 tahun, 345 responden (52%) berusia 20-24 tahun.
Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan Widyantoro pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan 405 kasus kehamilan tak dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua kota tersebut selama satu tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95 persen kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari segi pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA. Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter di sekitar kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan remaja dalam setahun. Tentu saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari laporan penelitian tersebut. Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat ada sebagian kasus yg luput dari penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik atau dokter setempat karena mereka dating ke “tempat lain” untuk melakukan “pengobatan”.
Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.
Dalam islam, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg diakibatkannya. Ayat-ayat yg melarang zina antara lain adalah,
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buru (Al-Isra’:32).
Dan terhadap wanita-wanita yg mengerjakan perbuatan keji (zina),
Hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksi-
Kannya). Kemudian apabila mereka telah memberikan persaksian,
Maka kurunglah wanita-wanita itu dalam rumah sampai menemui
Ajalnya, atau sampai Allah memberikan jalan yg lain kepada mere-
Ka (An-Nisa’:15).
Meskipun persoalan tafsir dan pemahaman atas ayat tersebut masih dapat diperdebatkan, tetapi yg jelas zina zina memberikan dampak buruk dan perbuatan yg tidak layak dilakukan. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif yg dapat ditimbulkan dari kehamilan di usia remaja, utamanya yg menyakut perkenbangan bayi yg akan dilahirkan sebagai manusia.
Perkembangan Seksual
Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita: Apakah anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat anak itu menginjak remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di luar nikah jika dibandingkan dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan remaja di luar nikah terhadap generasi penerusnya.
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek estafet itu memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki kemungkinan lebih besar untuk hamil di luar nikah pada usia remaja jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam pernikahan yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya belum siap untu menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya. Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain, menyebabkan kurangnya kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan benar sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih besar.
Kesimpulan
Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di negeri ini
Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengajian remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya
Diposkan oleh @rek kbs Djokam djember di 08.02
Sumber : http://rienodjokam.blogspot.co.id/
Download disini